OPTIMALISASI EFEKTIVITAS DIPLOMASI PAPUA BERAWAL DARI JALAN KECIL PAPUA
- Septer Y Ramar Serram13
- May 9, 2017
- 10 min read

OPTIMALISASI EFEKTIVITAS DIPLOMASI : STUDI KASUS PAPUA BARAT
“Efektifitas Diplomasi, Politik Internasional, dan Pemberdayaan Nation-State” Hubungan internasional
Sejarah Konflik Papua
Berdasarkan berbagai sumber dinjelaskan bahwa sumber konflik mencakup empat isu strategis : sejarah integrasi papua ke wilayah NKRI dan indentitas politik orang papua, kekerasan politik dan pelanggaran HAM gagalnya pembangunan Papua dan inkonsistensi pemerintah dalam implementasi otsus serta marjinalisasi orang Papua, Dalam penafsiran terhadap sejarah integrasi, status politik dan identitas politik papua muncul sebagai hasil pertarungan politik kekuasaan pada masa dekolonisasi papua. Sedangkan kegagalan pembangunan merupakan implikasi dari rezim otoritarianisme Orde Baru. Sementara itu inkonsistensi dalam implementasi otsus lebih merupakan persoalan yang muncul pada masa pasca-orde baru.
Konflik kepentingan yang makin meruncing di Papua, khususnya soal pengelolaan sumber daya alam, yang berdampak kepada banyak aspek lain dalam ranah sosial dan politik, termasuk hak asasi manusia (HAM), telah membuat orang lupa, atau setidaknya mengenyampingkan, sejarah perjuangan masyarakat Papua membebaskan dirinya dari penjajahan Belanda untuk menjadi bagian dari bangsa Indonesia.
Konflik di Papua Barat merupakan hal yang selalu menjadi pandangan publik, pembahasan tentang konflik papua tidak terlepas dari namanya sejarah. Untuk itu dimana dapat memandang kembali apa yang terjadi pada saat sejarah tentang integrasi papua ke dalam NKRI. Memang sangatlah sulit dalam menjadikan papua menjadi damai, dimana masalah yang terjadi dari masa penjajahan oleh negara belanda kepada masyarakat Papua sudah terjadi Pelanggaran-pelanggaran yang tidak sepantasnya dilakukan sehingga, pada masa integrasi yang terjadi tahun 1962 dimana Negara Belanda melakukan perundingan dengan Indonesia dengan tujuan indonesia meminta agar wilayah Papua masuk bergabung di dalam NKRI. Semenjak terintegrasi dengan Indonesia, pergolakan di Papua tidak juga mundur, hal ini di sebabkan dari ada perbedaan perspektif mengenai landasan sejarah penyatuan kawasan tersebut dengan Indonesia. Gerakan-gerakan separatis bersenjata bermunculan dan merata di sepanjang lebih dari tiga dekade bergabungnya papua dengan indonesia, juga bermunculan adanya indikasi pelanggaran Hak asasi manusia. Konflik dapat di definisikan sebagai relasi yang menggambarkan ketidaksejalanan sasaran yang dimiliki atau yang di rasa dimiliki oleh dua pihak atau lebih. Sedangkan kekerasan di artikan sebagai kegiatan yang mencakup tindakan, sikap, berbagai struktur atau sistem yang menyebabkan kerusakan fisik, mental sosial atau lingkungan dan atau menghalangi seseorang meraih potensi penuh. Konflik atau perang internal di bagi dalam dua jenis pertama, perang atau konflik yang terjadi antara pemerintah dengan gerakan separatis yang ingin memerdekakan diri (konflik vertikal) Kedua, konflik terjadi antar kelompok di dalam negara atau lebih di kenal sebagai perang sipil.
Menurut Chauvel (2005) berpendapat bahwa kepapuanan merupakan identitas politik yang dibentuk oleh pengalaman pada masa kolonial dan dikonstruksi sebagai anti-tesis dari ke-indonesia. Menurut Chauvel, nasionalisme papua dibentuk oleh empat faktor utama sebagai berikut. Pertama, sebagian Papua berbagai kekecewaan sejarah dimana tanah airnya diintegrasikan dengan indonesia. Kedua, elite papua merasakan sebuah persaingan dengan pejabat-pejabat indonesia yang telah mendominasi pemerintah sejak periode belanda. Ketiga, pembangunan ekonomi di Papua pemerintah melanjutkan sense of difference (perasahan berbeda). Keempat, banyak pandangan lebih besar dari luar bahwa orang papua dimarjinalisasikan. Dalam hal ini orang papua merasa benci Karena menjadi objek dalam dekolonisasi tampa menjadi partisipasi.
Dengan berbagai macam hal yang terjadi di berbagai daerah disebabkan karena adanya muncul pergerakan sehingga adanya konflik yang timbul. Khususnya daerah papua dimana berbagai masalah yang terjadi berkaitan dengan Hak Asasi Manusia yang terjadi secara realitas yang diselesaikan dengan berbagai macam kebijakan dari pemerintah pusat melalui aktor-aktor di pemerintah daerah yang menjalakan peran khusus menangani hal tersebut. tetapi hal-hal tersebut dapat dikatakan tidak begitu berhasil menyelesaikan dan menjawab apa yang di butuhkan masyarakat dan suksesnya program pemerintah. Karena pelanggaran tersebut disebabkan oleh tindakan dari pemerintah pusat Sehingga masih timbulnya masalah yang selalu terjadi merupakan suatu hal yang dapat dianalisa dengan baik sehingga pemerintah pusat bisa menemukan titik masalah dan dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
PERSOHALAN HAM
Dengan berbagai masalah yang berkepanjangan yang berkaitan dengan berbagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang berkaitan dengan hak sipil dan politik, hak ekonomi sosial dan budaya, hak masyarakat budaya, transformasi konflik, dan institusi sistem hukum dan sektor keamanan. Dimana masyarakat papua berhak mendapatkan kebebasan berpendapat, dan Pelanggaran Hak asasi manusia yang terjadi di papua sampai saat ini merupakan suatu tindakan yang melanggar Undang-Undang negara, berbagai macam kasus yang terjadi, tetapi dari berbagai macam kebijakan dalam menyelesaikan kasus tersebut tidak terselesaikan secara keseluruhan tetapi hanya beberapa kasus yang terselesaikan. Dan kasus-kasus yang lainnya disembunyikan, pelanggaran pelanggran Hak Asasi Manusia yang terjadi seperti penyulikan dan penyiksaan anak SMA pada tanggal 19 maret 2013 pukul 8:30 WIT tiga orang satuan brimob dibawah komando Joni maputra menculik anak SMA bernama Pilemon di depan SMA YPPGI Paniai, mereka menculik dia dan membawah dia dengan Bus dan melakukan kekerasan dengan cara pukul bagian kepalanya dan mengatakan kepadanya, bahwa dia juga bagian dari OPM dan segala sesuatu tentang OPM dia tahu dan mereka berkata kepada dia apakah dia membantu menyediakan makanan untuk kelompok separatis hal tersebut dilihat oleh teman-teman sekelasnya sehingga mereka membantu melaporkan kepada kepala sekolahnya, maka kepala sekolahnya pergi ke markas Brimob tersebut dan meminta kepastian akan hal tersebut maka, pilemon dibebaskan. Dalam menyelesaikan hal ini ada upaya yang dilakukan oleh pihak-pihak yang dapat menyelesaikan melalui sebuah hubungan diplomasi yang akan di upayakan antara jakarta dan papua dan perundingan segitiga, dengan melihat akan penyebab dan tindakan-tindakan yang dilakukan sehingga melanggar UUD No. 39. Tahun 1999 merupakan undang-undang yang membahas tentang HAK ASASI MANUSIA. Undang-undang inilah yang selalu menjadi dasar untuk setiap masyarakat indonesia dapat berekspresi dan berpendapat mengenai hak-hak mereka di negara indonesia dan juga menjadi penegasan yang berkaitan dengan konflik yang terjadi di masyarakat papua serta meminta penegasan melalui masyarakat papua dalam berbagai macam konflik yang terjadi di papua dengan dasar hukum yang sudah ada yaitu undang-undang yang sudah di amandemen. Agar kesejahteraan rakyat Papua bisa menjadi sama dengan yang didapati oleh rakyat Indonesia lainnya. Pembangunan harus berbasiskan kepentingan rakyat Papua, menjaga lingkungan hidup dan tidak melanggar HAM, Walaupun ada banyak keluhan terhadap pelaksanaan Pepera (Penentuan Pendapat Rakyat) tahun 1969 namun Papua sudah bersama Indonesia. Seharusnya pemerintah pada waktu itu segera membuktikan niat baiknya untuk membebaskan rakyat papua dari kolonialisasi Belanda dengan cara membangun Papua dan mensejahterahkan rakyat Papua. Itu tidak didapat sampai hari ini, justru berbagai pelanggaran HAM dilakukan pada rakyat Papua. Dari sejarah yang terjadi di Papua sampai saat ini maka dapat dilihat bagaimana keadaan Papua pada saat terjadi pelanggaran melalui kasus yang terjadi di Papua secara mendalam yakni soal keadilan untuk papua dapat di temukan apabila Kekerasan kembali pecah di Papua. Dimana Setidaknya 4 warga Paniai, Papua, tewas dan belasan orang luka-luka. Kejadian kekerasan semacam ini bukan yang pertama terjadi di Papua.
Sejak masa Orde Baru, kekerasan yang melibatkan aparat keamanan seringkali terjadi di Papua. Sudah sekian lama, masyarakat Papua mengalami diskriminasi dan represi. Seringkali, berbagai persoalan di Papua selalu dilihat dari kacamata keamanan semata sehingga pendekatan represi selalu di depankan. Diskriminasi dan ketidakadilan ekonomi, sosial, dan politik adalah problem mendasar yang belum terpecahkan hingga kini di Papua. Kekayaan alam Papua yang disedot habis oleh korporasi multinasional, namun di sisi lain masyarakat Papua justru tertinggal secara sosial, ekonomi, dan politik hingga seolah menjadi warga negara Indonesia kelas dua. Pecahnya kerusuhan di Paniai berada dalam konteks seperti itu. Kekerasan di Papua harus dihentikan dan keadilan ekonomi-politik di Papua harus ditegakkan. Sehingga masa pemerintahan Gus Dur untuk mengedepankan dialog dan upaya non-kekerasan dalam menghadapi masalah di Papua.
EFEKTIVITAS DIPLOMASI MELALUI DIALOG DAN PERUNDINGAN SEGITIGA
Disinilah sebuah upaya penyelesiaan yang akan di paparkan tentang sebuah instrumen yang dapat menjelaskan bagaimana cara menjalakan hubungan dengan baik, mengetahui keinginan masayarakat Papua selaku korban dalam berbagai masalah yang terjadi dan di alami orang papua , dan sebuah solusi berupa kebijakan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dalam penyelesaiaan dengan cara damai. Upaya yang dilakukan timbul dari suara rakyat papua dan berbagai aktor-aktor yang berperan penting dalam menyelesaikan persolan pelangaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di papua, dimana mengadakan Dialog merupakan jalur yang diupayakan agar mengetahui apa yang dibutuhkan masyarakat papua. Jakarta harus mengadakan sebuah dialog yang terdiri antara papua dan jakarta karena hal ini menjadi sebuah jalur dalam menjalin hubungan dengan baik dan juga aktor-aktor dapat mengetahui berbagai hal melalui suara masyarakat papua yang ingin mereka sampaikan apa yang mereka butuhkan dalam mengatasi masalah mereka. tetapi dalam sebuah upaya dialog merupakan hal yang belum terjaling antara papua dan jakarta, dialog sangatlah penting, sehingga dialog harus ditata kembali dengan konsep yang berbeda agar dapat berhasil dan dapat menjaling hubungan dengan papua, sehingga menjadi salah satu alat yang bisa menemukan akar permasalahan yang terjadi, cara dialog ini yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan Aktor-Aktor papua. Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edy Purdijanto di kantor Presiden Jakarta memastikan pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla tetap menjalankan politik dialog Jakarta – Papua dalam penyelesaian masalah keamanan di Papua, selain penegakan hukum. "Tetap kita kedepankan itu. Dan pendekatan (melalui dialog Jakarta – Papua) itu lebih intens dilakukan, dan hasilnya sudah ada yang kembali. Jadi mereka yang ada di hutan itu yang tidak tahu informasi itu yang masih berlama-lama di hutan. Mereka bisa diajak komunikasi. Banyak yang sudah kembali. Apalagi kita banyak anggaran ke Papua. Menkopolhukam menekankan, masalah konflik bersenjata di Papua lebih pada pemasalahan ekonomi semata. Untuk itu pemerintah akan memfokuskan pembangunan ekonomi di kawasan timur Indonesia, khususnya Papua.
Dialog atau istilahnya “Merebus Batu” di satu sisi merupakan pesimis di titik nol tentang dialog jakarta dan papua. Dimana tentang pihak-pihak yang ingin memutuskan siklus konflik papua, dalam hal dasar dan alasan membutuhkan dialog penyelesaian konflik papua. Jokowi mengatakan ingin berdialog dengan masyarakat Papua dan membangun provinsi ini. Keinginan itu disampaikan secara terbuka di hadapan masyarakat Papua pada perayaan Natal Bersama Nasional 2014 perkataan bapak jokowi di Stadion Mandala Jaya, Jayapura, mengaku ingin mendengar suara masyarakat Papua secara langsung sehingga ia mengetahui persoalan yang sebenarnya dan akan mencarikan solusinya. Yang masih di dalam hutan, yang masih di atas gunung-gunung, marilah kita bersama membangun Papua sebagai tanah yang damai. Marilah kita pelihara rasa saling percaya di antara kita, sehingga kita bisa berbicara dalam suasaana yang damai
Jokowi menambahkan, Kita ingin semuanya akhiri konflik yang ada, jangan ada lagi kekerasan. Jokowi mengaku ingin mempergunakan waktu sebanyak-banyaknya untuk mendengarkan suara rakyat Papua. Sebab, semangat ini dapat dijadikan pondasi untuk menatap masa depan tanah Papua yang lebih baik. Jokowi menambahkan, masyarakat Papua tidak hanya butuh pendidikan yang lebih baik, tetapi juga butuh didengar dan diajak bicara. Berdasarkan perkatan tersebut secara realitas dapat dikatakan meleceng dari apa yang di targetkan Jokowi, disebabkan karena pergantian presiden dari periode ke periode sebelumnya memiliki banyak pelanggaran dan konflik yang terjadi di daera papu yang berkaitan dengan tindakan yang melanggar hak-hak asasi manusia.
Solusi Perundingan Segitiga
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA (PBB)
INDONESIA WEST PAPUA (ULMWP)
Dalam solusi penyelesaian perundingan segitiga, antar indonesia dan west papua, yang di wakili oleh organisasi (ULWP) dan PBB (perserikatan Bangsa-Bangsa dimana di bawah pemerintahan Joko Widodo rakyat Papua masih tetap sadar akan identitas kebangsaannya dan solusi dari penyelesaian itu. Dialog jakarta dan Papua yang di gagaspun sudah pasti tidak sesuai dan akan ditolak. Penyelesaian masalah Papua yang tepat adalah perundingan internasional atau melibatkan pihak netral dalam hal ini PBB. Di berbagai media memuat tentang dialog yang coba dibuka kembali itu mungkin hanya sebuah alibi. Kemungkinan besar tidak akan terjadi. Dan yang perlu diketahui oleh segenap rakyat Indonesia adalah persoalan Papua bukan soal kesejahteraan atau soal makan minum tetapi Kedaulatan Sebagai sebuah Bangsa dan Negara yang Merdeka, setara dan sejajar dengan bangsa-bangsa merdeka di muka bumi Solusi penyelesaian persoalan Papua lebih tepat jika digelar perundingan segitiga, antara Indonesia, Papua dan pihak netral dalam hal ini PBB. Bila tidak terjadi dan hanya terjadi dalam internal Indonesia maka persoalan Papua tetap berlanjut dan tidak mendapatkan hasil yang lebih baik. Dan mungkin saja pelanggaran demi pelanggaran akan terus terjadi.
Dengan gambaran singkat tentang upaya dalam menyelesaikan permasalahan konflik yang terjadi di papua. Dalam hal ini untuk efektifitas diplomasi melalui dialog sampai pada saatnya yang sudah terjadi yaitu solusi perudingan segitiga antara indonesia, Papua (ULMWP) dan PBB merupakan hal yang sangat nyata. Tetapi dalam melihat permasalahan yang terjadi di papua Jika dialog dilakukan berarti harus ada orang penengah dan materi dialog meluruskan sejarah dan membahas draf referendum dimediasi PBB. Hanya referendum yang akan melahirkan solusi apakah orang Papua akan tetap ingin hidup dengan NKRI atau merdeka sendiri, karena mekanisme tersebut sangat demokratis. Sehingga penyelesaiaan yang terjadi akan berujuk pada hasil yang kemungkinan bertantangan dengan keinginan indonesia. Terutama dalam penyelesiaan ini melalui sebuah dialog, pertanyaan yang harus dijawab sehingga dapat melanarkan proses tersebut yaitu dimana aktor-aktor negara harus melihat kembali berdasarkan sejarah dan mengakui kesalahannya sebab, konflik dipapua merupakan konflik yang realitasnya tidak terlepas dari adanya gerakan yang muncul dari sebuah kebijakan, dan itupun hanya berjadi tidak terlepas dari undang2 negara yang sudah diamandemenkan yaitu dengan Hak Asasi manusia. Dari berbagai macam kasus yang terjadi, mengsejahterakan masyarakat papua butuh proses, dimana aktor-aktor harus membangun sebuah hubungan dengan baik, dan mengetahui apa yang diinginkan masyarakat papau dan apa saja permasalahan yang belum terselasikan. Sebab dalam melihat akan masalah yang belum terselesaikan masyarakat Papua sangat merasakan seakan-akan tidak berdaya dan diperbudak di negara tersendiri demi kepentingan segelintir orang.
Konsep Dialog
Konsep dialog yang perlu dilakukan yaitu, dialog pendekatan kepada pihak-pihak yang mempunyai kewenangan sepenuhnya, mulai dari Pihak jakrta dan pihak dari papua. Aktor-aktor papua yang menjadi sasaran adalah, Ketua Komnas Ham, Gubernur/wakil, Bupati/wakil, organisasi-organisasi, ketua-ketua adat, Gelar Konsultan Publik Prespektif perempuan (Gender), Forum akademik di jayapura, dan berbagai macam aktor-aktor papua yang berperang dalam menangani persoalan papua begitu juga dengan jakarta.
Kerena sudah banyak aktor-aktor yang menyetujui dialog ini di laksanakan, aktor- aktornya terdiri dari, dialog yang di lakukan antara dua orang atau lebih yang diartikan sebagai komunikasih yang mendalam. Konsep dialog yang dapat di terapkan melalui aktor-aktor papua, dimana aktor jakarta berkunjung ke papua bertemu dengan aktor-aktor di papua dengan tujuan mengadakan dialog, dialog itu dilakukan menjadi jalur komunikasih papua dan didalam dialog ini dapat mengkilas kembali kesalahan Jakart/ aktor pemerintah yang di wakili oleh pemerintah sekarang dalam melakukan kebijakan dalam menyelesaikan persoalan konflik papua. Di lain sisi pengakuan kesalahan terutama dari pihak jakarta dan papua. Dengan keyakinan melalui dialog ini Suara rakyat papua akan menjdi suatu dokumen yang akan di ketahui aktor-aktor, dan dapat menimbulkan pemikiran untuk menangani persoalan di papua yang dapat dikembangkan sehingga dijadikan sebuah kebijakan oleh pemerintah pusat. Dengan persoalan ini sangat menjadi prihatian, maka apabilah kemauan masyarakat papua melalui sebuah dialog ini, pihak pemerintah pusat mulai melakukan penataan aktor di papua dan juga di jakarta demi mewujudkannya suatu kesejatrahan masyarakat dan melakukan berbagai macam program dalam sehingga dapat mencapai kemauaan masyarakat papau dan pepera terwujud. Sebeb masalah ini sangat dapat di selesaikan membutuhkan waktu yang panjang.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam upaya optimalisasi efektivitas diplomasi oleh nation-state harus memperhatikan beberapa hal, antara lain: redefinisi tujuan, momentum isu, substansi diplomasi, dan kemampuan negosiasi dan kompromi. Strategi pengalihan isu, menghambat kebebasan media, dan upaya militer sudah tidak relevan. Kesadaran internasional semakin meningkat, apabila salah langkah, alih- alih berhasil, justru akan menjadi senjata makan tuan buat negara. Peran NGO dan epistemic community amat penting dalam membangun kesadaran dan opini masyarakat soal isu tersebut. Negara akan sulit membendung pengaruhnya, maka yang bisa dilakukan adalah kompromi dan negosiasi, serta menjalani proses diplomasi sejujur- jujurnya. Terdengar naif, namun taraf konflik sudah semakin memuncak dan pilihan semakin mengerucut; apabila tujuan negara adalah mempertahankan NKRI, maka mendengar dan melaksanakan aspirasi masyarakat Papua Barat adalah cara yang terbaik. Pengawasan otsus juga menjadi perhatian utama, mengingat secara praksis, berbeda dengan keluhuran program tersebut. Gugatan HAM yang ditujukan kian membuat keadaan negara terjepit, maka pernyataan maaf dan pelaksanaan aspirasi menjadi opsi yang paling memungkinkan, namun tidak mudah direalisasikan, bahkan sangat kecil kemungkinannya. Argumentasi kedaulatan dan integritas territorial akan sulit dipakai, apabila berhadapan dengan kasus HAM. Jika negara bersikeras mempertahankan argumentasi tersebut, maka biarlah dilakukan investigasi kasus kemanusiaan yang diajukan salah satu diplomat dari negara Pasifik pada konferensi PBB beberapa waktu lalu. Apabila terjadi ketidaksepakatan antar pihak yang berunding, opsi Act for fre choice/ Penentuan Pendapat Rakyat jilid kedua mungkin saja dilakukan; dan tidak menutup kemungkinan tujuan diplomasi ‘keutuhan NKRI’ terancam gagal.
Comments