top of page

THE CONFLICT GENOCIDE AND ETHNOSIDA THROUGH CULTURE VIOLENCE, STRUCTURAL VIOLENCE, VIOLENCE DIRECTL

  • Septer Ramar
  • Jul 2, 2017
  • 11 min read

Pada dasarnya manusia memiliki pemikiran yang rasional tetapi pengaruh oleh kepentingan, sosial budaya dan politik sehingga menjadi keseriusan pemusnahan budaya melalui kekerasan sehingga mempertanyakan dimana keamanan, tetapi yang menjadi masalah adalah kepentingan publik dan privat kadang salah digunakan, hal ini yang menjadi dasar dalam pemikiran penyebab konsep-konsep yaitu, moral, dan apa yang membuat manusia berpikir hal tersebut baik atau buruk, Yang dapat memutuskan satu hal itu baik atau tidak. Manusia yang mempunyai kepentingan bersama, memperjuangkan suatu tujuan tertentu, berkumpul dan mempersatukan diri. Keanekaragaman pada hakikatnya merupakan suatu kelebihan yang dimiliki umat manusia. Perbedaan itu bisa berupa apa saja. Baik perbedaan jenis kelamin,perbedaan umur, tempat tinggal, warna kulit, bahasa ataupun budaya

Perselisihan antar etnis atau budaya ternyata mampu berkembang menjadi suatu tindakan agresif yang membuat pelakunya bertindak diluar batas bahkan dikategorikan kriminal berat. Kategori criminal tertinggi dari perselisihan macam ini adalah pembantaian besar-besaran terhadap suatu etnis tertentu. Hal ini pernah beberapa kali terjadi di masa silam baik di Indonesia ataupun negara lain. Pembantaian ini tidak urung yang menyebabkan jatuhnya banyak korban dan kerugian materil maupun immateril. Pembantaian semacam ini biasa juga dikenal dengan istilah Genosida atau pembantaian massal Banyak masalah sosial dan kekerasan yang terjadi di papua, mulai dari yang terkecil hingga pembunuhan dan konflik yang mengakibatkan kerugian materi serta hilangnya nyawa manusia terus menerus terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kekerasan menjadi penyebab ketidakamanan yang di alami manusia sehingga tidak dijamin dan keamanan seperti apa untuk manusia. Individu menjadi sasaran utama dalam merasakan kekerasan-kekerasan, jenis kekerasan yang selalu di dapatkan seperti kekerasan struktural, kekerasan budaya, dan kekerasan secara langsung. Kekerasan-kekerasan tersebut yang dapat di lihat melalui analsis dari permasalahan genosida dan ethnosida atau sebuah pembantaian besar-besaran secara sistematis terhadap satu suku bangsa atau kelompok dengan maksud memusnahkan (membuat punah) bangsa tersebut dan juga Perilaku atau usaha yang secara sistematis menghancurkan kesukuan atau kebudayaan orang lain (ahli hukum Polandia, Raphael Lemkin, pada tahun 1944 dalam bukunya Axis Rule in Occupied Europe yang diterbitkan di Amerika Serika ). Biasanya istilah etnosida diterapkan pada perilaku sengaja yang berakibat kematian kebudayaan dalam sebuah fenomena ini, yang menjadi perpecahan budaya berarti tidak terlepas dari politik identitas, maka melihat konsep-konsep dari kekerasan-kekerasan dalam genosida dan ethnosida memiliki berbagai perspektif.

Genosida dan ethnosida yang terjadi di papua menyebabkan tindakan kekerasan yang melanggar Hak asasi manusia, kekerasan tersebut terjadi kerena berbabagi macam kebijkan kepentingan revolusi berkaitan dengan politik yang mengakibatkan konflik yang dilakukan oleh aparat TNI yang di kontrol oleh pemerintah. Kekerasan secara genosida dan ethosida mangayungi berbagai pemetaan kekerasan seperti, kekerasan struktural, kekerasan budaya dan kekerasan secara langsung menimbukan pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memahami dan menanggulangi kekerasan itu, dalam hal ini pada saat pembahasan berfokus melihat kebijkan pemerintah dalam menanggulangi konflik genosida dan ethnosida melalui pemetaan kekerasan, sehingga menganalisis dan efektivitas kebijakan dalam mananggulangi konflik dan meningkatnya politik identitas tersebut. Dari latar belakang yang ada maka pentingnya teori untuk di jadikan landasan dan memperkuat argumen penulis dalam pembahasan di bab selanjudnya. Menurut Max Weber (Weber 1956:171) Kekuasaan manusaia atas manusia lain berlandasar pada instrument legitimasi, yakni kekerasan. Oleh sebab itu, weber menggunakan pendekatan lain mendefinisikan kekuasaan sebagai suatau kemungkinan yang memberdayakan kehendak seseorang, dalam bentuk tindakan kekerasan terhadap pihak lain. Kensep kekuasaan di kembangkan oleh Weber, tidak jauh berbeda dengan pemikiran Machiavelli yang menyatakan bahwa yang baik adalah apa saja yang dapat memperkuat kekuasaan pemimpin, tindakan apapun yang mengarah pada tujuan tersebut harus dibenarkan. Sehingga negara sebagai aktor pemegang kekuasaan memiliki kecenderungan untuk berkonfrontasi dan konflik.Menurut Johan Galtung lebih menggunakan analisis berdasarkan aspek psikologis. Mengartikan kekerasan sebagai penyebab perbedaan antara yang potensial dan yang aktual. Kekerasan terjadi bilamana manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berbeda dibawah realisasi potensial. Dua indikasi dan pegertian kekerasan, kekerasan dalam arti sempit dan kekerasan dalam arti luas.Kekerasan dalam arti sempit menunjuk pada ketidak yang berupa serangan perusakan, penghancuran terhadap diri (fisik) seseorang maupun milik atau sesuatu yang secara potensial menjadi milik orang lain. Dengan demikian kekerasan merunjuk pada tindakan fisik yang bersifat personal, artinya mengarah pada orang atau kelompok tertentu yang dilakukan secara sengaja, langsung dan aktual. Kekerasan dalam arti luas, lebih pada tindakan fisik maupun tindakan psikologis, yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang baik yang dilakaukan secara sengaja, langsung atau tidak langsung, personal atau struktural. Yang di maksud dengan kekerasan secara struktural adalah kekerasan yang terjadi didalam struktur sosial, seperti penindasan yang dilakukan oleh negara otoriter, sistem yang membuat kehidupan sosial tidak adil. Menurut Johan Galtung pemikiran Galtung konflik dipahami sebagai sebuah proses dinamis yang di dalamnya struktur, sikap, dan perilaku selalu berubah dan saling mempengaruhi (Galtung 1996). Dengan munculnya konflik, sebuah formasi konflik segera terbentuk karena kepentingan masing-masing pihak saling bertikai atau karena relasi di antara mereka berubah menjadi hubungan saling menekan. Agar tujuan mereka tercapai, masing-masing pihak kemudian mengorganisasikan kelompok dan sumber daya mereka di sekitar struktur tersebut. Dari sana bisa diamati bagaimana formasi konflik muncul dan berkembang.Konflik dikatakan kompleks karena konflik itu telah melibatkan begitu banyak pihak dan punya sejarah pertikaian yang panjang. misalnya, menemukan kenyataan bahwa konflik seringkali berakar kuat sejak masa kolonial atau bahkan lebih awal dari itu (Goor 1996). Mayer mengembangkan konsep The Wheel of Conflictsebagai sebuah model pemahaman terhadap kompleksitas konflik dan sebab-sebab yang mengakibatkan konflik berproses dalam arah yang kontradiktoris (2002). Menurutnya, orang-orang terlibat dalam konflik bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama, kebutuhan-kebutuhan mereka akan direalisasikan melalui proses konflik atau kedua, mereka yakin bahwa kebutuhan mereka dan kebutuhan pihak lawan tidaklah sama (inconsistent).


Kekerasan Hak Asasi Manusia Melalui Genosida Dan Ethnosida Di Papua

Kejahatan berupa kekerasan dimuka bumi ini memiliki berbagai latar belankang keserakahan. Keinginan buat menguasai sesuatu daerah atau kelompok dengan tujuan menjadi pemimpin manjadi hal mendasar untuk bisa menguasai suatu daerah masyarakat sehingga hal ini menjamin kelangsungan kebijakan satu pemimpin mempunyai kekuasaan yang baik dan mulus. Dalam perpolitik memang paling banyak digunakan dalam menunjang tujuan kekuasaan dan keserakahan telah membutakan mata hati manusia tersebut. Dalam melihat kekerasan dan keserakahan manusia kejahatan genosida yang berlandasan perpolitikan melalui pelanggaran HAM di papua.

Konflik papua, indonesia terus menelan warga sipil, tentara anggota kelompok perlawanan. Kekerasan yang melanggar hak-hak asasi manusia berlangsung dari pembunuhan di luar hukum dan intimidasi terhadap wartawan untuk diskriminasi dalam perawatan kesehatan, pendidikan, dan akses terhadap peluang ekonomi. Dalam konteks ini lebih banyak terjadi di daerah pegunungan di wilayah papua yang menggambarakan keberadaan kekerasan lebih nyata di papua. Solusi bagi penduduk asli papua dan kepentingan nasional indonesia sejauh ini tetap di luar jangkauan. Pemberontakan pada saat pemilihan di papua tahun 1977 di turunkan di daerah papua (wamena). Menyebabkan kerusakan lebih lanjud dalam hubungan papua-indonesia yang jatuh terpisah pada waktu itu. Operasi tersebut menimbulkan pembunuhan massal, serta kekerasan terhadap warga sipil, cerita- cerita korban meningkatkan sehingga kekejaman tidak terkatakan termaksud pemerkosaan, penyiksaan dan eksekusi massal. Estimasi jumblah orang yang tewas berkisar antara 5.000 hingga puluhan ribu. Hal ini menyatakan bahwa kekerasan yang meningkat di papua menjadi masalah berkepanjangan, dengan adanya kekerasan secara struktural populasi kematian dan tindakan yang melanggar hukum dan hak-hak asasi manusia masih sangat marak di papua. Papua saat ini di penuhi oleh orang papua yang mengalami revolusi dari meningkatnya jumblah transmigran dari berbagai pulau lain di indonesia. Dengan melihat hal tersebut inisiatif perdamaian papua (Jaringan damai papua JDP) merangkul dan membawah semua kepentingan di papua dan orang-orang jakarta bersama-sama untuk berdialog damai membahas masa depan yang papua merupakan inisiatif penting untuk mendamikan papua.

Keberadaan lembaga NGO menjadi solusi dalam mengetahui titik masalah yang berkepanjangan di papua. Tetapi yang menjadi masalah dalam hal ini khususnya di papua, penindasan yang terjadi di papua antara etnis budaya dan keuasaan secara otoriter sehingga masyarakat papua menjadi terancam dengan kekerasan. Kekerasan dalam hal ini lebih kepada pelanggaran HAM, Genosida menjadi bagian dari kekerasan dalam kasus HAM. Kekerasan di papau yang dilihat dalam pelanggaran HAM dimana lebih bertindak atas politik identitas. Selain penindasan atau pelanggaran HAM di papua ada berbagai macam penindasan, pembatasan, larangan sehingga kesejahteraan dan kesetaraan itu tidak efektif di papua, dilihat dari hak-hak sipil dan politik yang dimana masyarakat papua wajib berpendapat, berpendapat terhadap organisasi, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, dan kekerasan yang dilakukan oleh negara terhadap perempuan, kekerasan rumah tangga, kekerasan yang berkelanjutan kondisi yang menyebabkan kekerasan terhadap perempuan di papua dan kekerasan yang menimbulkan dampak eksploitasi sumber daya alam terhadap hak perempuan.

Kekerasan yang terjadi di papua dari berbagai macam kejahatan tersebut seperti di datarang tinggi tengah kebanyakan eksekusi diluar proses hukum dan pelanggaran-pelanggran lain. Pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia oleh polisi. Dalam pemetaan kekerasan HAM berdasarkan genosida dan ethnosida melalui perspektif tindakan kekersan yang di lihat dari kekerasan struktural, kekerasan budaya dan kekerasan secara langsung. Dengan adanya pemetaan yang lakukan maka aktor-aktor dapat mengetahui berbagai kekerasan yang melanggar HAM di papua dan Diskriminasi dan ketidakadilan ekonomi, sosial, dan politik adalah problem mendasar yang belum terpecahkan hingga kini di Papua. Kekayaan alam Papua yang disedot habis oleh korporasi multinasional, namun di sisi lain masyarakat Papua justru tertinggal secara sosial, ekonomi, dan politik hingga seolah menjadi warga negara Indonesia kelas dua. Pecahnya kerusuhan di Paniai berada dalam konteks seperti itu. Kekerasan di Papua harus dihentikan dan keadilan ekonomi-politik di Papua harus ditegakkan. Sehingga masa pemerintahan Gus Dur untuk mengedepankan dialog dan upaya non-kekerasan dalam menghadapi masalah di Papua. Pelanggaran HAM di papua menjadikan keberadaan pemusnahan besar-besaran yang di lihat dari kekersan yang melanggar hak asasi manusia

Jaringan damai papua atau JDP didirikan pada 2010, bertujuan untuk mengadakan dialog antara jakarta dan papua untuk mengetahui keinginan masyarakat papua agar mencari solusi bersama dalam menangani konflik yang berkepanjangan di papua tetapi kampanye dialog sudah dilakukan secara terpisah-pisah. Sejak akhir 2008, Alm. Muridan bersama anggota timnya terutama Dr. Adriana Elisabeth dan Amiruddin al Rahab, MSi. memperkenalkan konsep Papua Road Map yang salah satunya merekomendasikan dialog Jakarta-Papua. Setelah bukunya terbit, sosialisasi dialog semakin gencar di kalangan pemerintah pusat, parlemen, NGOs, dan lembaga-lembaga keagamaan di Jakarta. Sesekali Muridan berbicara di forum internasional, di beberapa negara Eropa, Australia, dan Asia, memperkenalkan buku tersebut dan gagasannya tentang dialog.


Kekerasan Budaya dan politik identitas

Kekerasan praktik budaya menurut Johan Galtung Gejala inilah yang oleh Galtung (dalam Santoso, 2002. 183-184) disebut dengan kekerasan budaya Kekerasan budaya mengacu pada aspek-aspek budaya, yaitu ruang simbolik keberadaan manusia, seperti agama dan ideologi, bahasa dan seni, yang dapat dipakai untuk menjustifikasi atau melegitimasi (baca: mensahkan) kekerasan langsung atau kekerasan struktural. Di tanah papua pada 7 Desember 2000 pagi sekelompok orang tak dikenal menyerang sebuah pos polisi di Abepura, menewaskan dua aparat dan seorang satpam dan membuat beberapa toko terbakar. Polisi kemudian melakukan operasi sweeping ke asrama-asrama mahasiswa. Mereka menahan lebih dari 100 mahasiswa, dan menyiksa para tahanan sehingga menyebabkan banyak tahanan menderita luka dan tiga tahanan meninggal. Komnas HAM menemukan bahwa telah terjadi penyiksaan, eksekusi sewenang-wenang, dan penyerangan. Komnas HAM memberikan rekomendasi agar menuntut 25 aparat kepolisian, 21 orang yang terlibat langsung dalam kekerasan dan empat orang sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab komando.

Indonesia telah mengamankan keanggotaannya di Dewan Hak Asasi Manusia PBB dan Dewan Keamanan PBB, dan juga menyetujui Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik (the International Covenant on Civil and Political Rights) dan Konvenan Internasional mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (the International Convenant on Economic, Social and Cultural Rights) pada tahun 2006. Pada kenyataannya, kasus Papua memperlihatkan terbatasnya ruang yang diberikan untuk melaksanakan hak-hak tersbut. Para wartawan lokal menyatakan bahwa kebebasan bagi mereka berarti adanya kebebasan untuk mengungkapkan fakta-fakta tanpa adanya tekanan dari para pihak yang berkuasa. Melalui pernyataan dari indonesia kasus kekerasan budaya yang terjadi di papua lebih fokusnya kepada MIFFE. Dengan adanya potensi yang dimiliki oleh willaya papua dalam sektor petanian merupakan ketertarikan investasi yang terjadi sehingga menimbulkan pegaruh antara kepentingan berpolitikan negara indonesia yang melakukan kebijakan dengan membuat sebuah mega-proyek. Lebih dari sejuta hektar direncanakan menjadi perkebunan atau lahan pertanian bersifat industri, yang menjadi ancaman bagi rakyat maupun lingkungan hidup di Papua selatan. Perusahaan Indonesia maupun asing sudah mengklaim lahannya masing-masing. Politik identitas terjadi dalam artian bahwa pada awalnya kekuasaan mereka yang mempersatukan mereka adalah alam, budaya, simbolis, bahasa, yang dapat di terapkan dan menjadikan bagian dari budaya hidup masyarakat papua. Di alam papua memiliki tempat-tempat yang dio huni berbagai suku, Para tetua di desa-desa semua khawatir mengenai kelanjutan tradisi adat mereka seiring dengan meningkatnya jumlah pemuda yang pindah ke kota. Para tetua mengeluh bukan karena para pemuda pindah ke kota untuk belajar, tetapi lebih pada pemuda yang menganggur atau tidak mempunyai pekerjaan. Pemuda seperti itu, menurut para tetua, harus tinggal dan bekerja di desa, memelihara kebun mereka sebagai masyarakat subsisten. Kelompok pemuda tersebut tidak ikut serta dalam ritual-ritual adat tradisional karena mereka merasa bahwa itu sudah ketinggalan jaman, tetapi mereka tidak dapat ikut serta dalam modernisasi juga karena mereka tidak mempunyai kapasitasnya.

Perjanjian yang dilakukan secara perjanjian internasional dengan tujuan menjadi bukti bahwa indonesia toleransi melindungi dan menjaga menjamin dan mensejahterakan masyarakatnya. Dengan adanya perjanjian tersebut sangat melenceng dari tujuan negara dalam melindungi HAM di papua sehingga pembantaian politik identitas melalui kekerasan budaya.

Politik identitas dapat dilihat ketika investasi asing masuk dan menciptakan dan menggunakan lahan yang ditempati suku-suku di papua terlebih khusus di merauke yang di huni MIFFE sebagai mega proyek. Revolusi yang terjadi adalah hilangnya kesatuan suku-suku, simbol adat istiadat yang pada awalnya mempersatukan suku-suku msayarakat papua. Menimbulkan kekerasan terjadi karena masyarakat papua lebih menuntut hak-hak mereka Dan sampai saat ini kehadiran militer menjadi tertekan dalam bertindak sehingga lebih mengikuti modernisasi.


Kekerasan Struktural Dan Kekerasan Secara langsung

Kekerasan menjadi hal yang biasa terjadi di papua, menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat terutama di timika papua. Trauma yang terjadi dalam agresi militer pada saman orde baru, pelanggaran HAM dan tututan papua merdeka adalah tiga hal paling dasar yang melatarbelakangi terjadinya berbagai kekerasan di papua. Masalah ekonomi dan entitas yang terus saja menjadi isu-isu sensitif dapat mudah memantik konflik papua. Sehingga keberadaan papua dapat dikatakan kekerasan demi kekerasan, konflik demi konflik, perang demi perang dan berbagai persoalan sosial lainnya. Dari ketika hal itu yang mengambarkan kejadian di papua. Kekerasan secara terstruktur dan kekerasan secara langsung seperti kasus-kasus yang berkaitan dengan kepentingan yang terjadi di papua. Pembunuhan Ardiansyah Matrais, pada tanggal 30 juli 2010 jam 06 pagi, mayat dari wartawan Ardiansyah Matrais (25 tahun) ditemukan di sungai Maro, kabupaten Merauke, provisi papua, sebelum kematiannya martrais melaporkan penebangan kayu ilegal yang dilakukan oleh aparat militer, pemilu daerah yang kontravesial yang akan diselenggarakan di kabupaten merauke dan proyek investasi kontraversi MIFFE (merauke integated food and energy estate). menurut keluarganya Matrais menerima ancaman melalui pesan SMS dan dia telah di ikuti oleh orang-orang yang tidak dikenalnya dalam minggu-minggu sebelum kematiaanya.

Dari beberapa kasus yang terjadi adapun berbagai pelanggaran kekerasan sehinga kasus-kasus yang lainnya disembunyikan, dan kasus berikut kekerasan secara langsung pelanggaran pelanggran Hak Asasi Manusia yang terjadi seperti penyulikan dan penyiksaan anak SMA pada tanggal 19 maret 2013 pukul 8:30 WIT tiga orang satuan brimob dibawah komando Joni maputra menculik anak SMA bernama Pilemon di depan SMA YPPGI Paniai, mereka menculik dia dan membawah dia dengan Bus dan melakukan kekerasan dengan cara pukul bagian kepalanya dan mengatakan kepadanya, bahwa dia juga bagian dari OPM dan segala sesuatu tentang OPM. dia tahu dan mereka berkata kepada dia apakah dia membantu menyediakan makanan untuk kelompok separatis hal tersebut dilihat oleh teman-teman sekelasnya sehingga mereka membantu melaporkan kepada pihak sekolahnya, maka kepala sekolahnya pergi ke markas Brimob tersebut dan meminta kepastian akan hal tersebut maka, pilemon dibebaskan. MIFFE merupakan merauke (Integrated Food and Energy Estate) adalah sebuah mega-proyek. Lebih dari sejuta hektar direncanakan menjadi perkebunan atau lahan pertanian bersifat industri, yang menjadi ancaman bagi rakyat maupun lingkungan hidup di Papua selatan. Perusahaan Indonesia maupun asing sudah mengklaim lahannya masing-masing. Orang Malind, penduduk asli hutan itu, ditawarkan ganti rugi yang sangat sedikit untuk menggantikan hutan yang merupakan sumber kehidupan bagi mereka dan leluhur mereka selama banyak abad.

Kebijkan Pemerintah dalam Menanggulangi Masalah HAM

Dengan adanya masalah yang menjadi pandangan publik sehingga pemerintah sebagai pihak yang memiliki wewenang dalam menanggulangi berbagai masalah yang menghambat kesejatrahan masyarakatnya. Dalam hal ini masalah yang berkepanjangan di papua, tindakan pemerintah yang dikatakan melanggar UU yang di buat oleh negara tersebut. Pelanggaran HAM sangat marak di papua, papua memiliki kebijakan yang menjamin ketidak hadirnya pelanggaran HAM untuk itu kebijakan yang di kakukan oleh pemerintah dalam menanggulangi masalah HAM adalah Otsus. Sebelumnya pada masa pemerintahan B.J Habbie digantikan oleh K.H. Abdurahman Wahid sebagai Presiden. MPR kemudian mengeluarkan Ketetapan MPR No. IV/MPR/2000 mengenai rekomendasi-rekomendasi kebijakan dalam penerapkan peraturan Otsus (Otonomi Khusus) untuk Aceh dan Papua dengan memperhatikan aspirasi-aspirasi masyarakat daerah yang relevan. Abdurahman Wahid mengesahkan UU No. 21/2001 mengenai Otonomi Khusus (Otsus) untuk Propinsi Papua yang ditujukan untuk meningkatkan layanan-layanan umum, mempercepat proses pembangunan dan pendayagunaan keseluruhan penduduk Propinsi Papua, khususnya masyarakat asli papua. Otsus dilakukan berdasarkan rekomendasi dari MPR dan di setujuhi secara khusus untuk tanah Papua sebagai metode penanggulangan konflik dengan penawaran politik tertentu. Komitmen pemerintah pusat melalui perundang mengenai otonomi khusus untuk papua. 1). Menghormati hak-hak asasi manusia, nilai-nilai keagamaan, demokrasi nilai-nilai huku, dan budaya yang ada di msyarakat adat dan hukum dalam masyarakat adat. 2). Untuk menghormati berbagai macam keanekaragaman kehidupan sosial-budaya di papua. 3). Untuk melindungi etika-etika dan moral-moral. 4). Untuk melindungi hak-hak fundamental dari penduduk asli dan hak-hak asasi manusia. 5). Untuk memastikan tegaknya hukum dan untuk menjaga demokrasi. 6). untuk menghormati pluralisme dan untuk memecahkan masalah-masalah pelanggaranpelanggaran hak-hak asasi manusia terhadap penduduk asli Papua.

Dari kebijakan dan berbagai maksud dan tujuan dalam membuat kebijakan Otonomi khusus, pada kenyataannya belum menjawab kesetaraan dan menanggulangi masalah hak-hak asasi manusia di papua. Yang menjadi masalah pembagian Otomi khusus melalui aktor-aktor memiliki berbagai masalah dalam menjawab dan menanggulangi masalah hak asasi manusia di papua. Kurang efektifnya penerapan dimensi keamanan manusia dari UNDP dalam mencerminkan daftar penyebab ketidakamanan manusia (humam insecuriry) dan agenda pembangunan manusia. 1.) keamanan keuangan 2.) keamanan ekonomi 3). Keamanan pangan 4). Keamanan gender 5). Keamanan kesehatan 6). Keamanan pribadi 7). Keamanan masyarakat 8). Keamanan pilitik 9). Keamanan lingkungan. Menurut UNDP penguatan keamanan manusia memerlukan perhatian atas setiap dimensi tersebut, sebab di sisi lain, modal sosial secara sederhana diartikan sebagai serangkaian nilai-nilai informal yang diintisarikan dari norma-norma yang dimiliki anggota kelompok tertentu dan menimbulkan kerjasa sama antara satu dengan yang lain dalam mencapai tujuan kesetaraan dan kesejahteraan.


 
 
 

コメント


4C513D8C-C30D-4FD1-A908-FB550CF02ADD.jpeg

Join our mailing list

  • Black Facebook Icon
  • Black Twitter Icon
  • Black Pinterest Icon
  • Black Flickr Icon
  • Black Instagram Icon
bottom of page